Pagi ini saya terbangun dengan suara - suara teriakan yang hampir tidak dapat lagi ditolerir. Benar - benar membuat saya terkejut -__-". Bahkan suara alarm handphone yang sengaja saya letakkan tepat disamping tempat tidur saya kalah saing dengan suara teriakan - teriakan itu. Saya hanya bisa melengos sambil istighfar mendengarnya. Hmm.. sungguh keterlaluan.
Sudah hampir lebih dari satu bulan saya punya tetangga baru di kos -
kosan. Tapi rasanya sudah bertahun - tahun tinggal di kebun binatang.
Bukan tanpa alasan, selalu saja ada keributan diantara satu penghuni
kamar tersebut. Saya bahkan tak habis pikir, mereka bersaudara, satu
ayah, satu ibu, satu kandungan, bahkan satu darah tetapi lebih - lebih
seperti orang yang tidak pernah mengenal sama sekali.
Saya memang bukan tipe orang yang terlalu perduli dengan masalah orang
lain, bahkan hampir tak perduli sama sekali. Tapi ini benar - benar
sudah diambang batas. Sudah hampir setiap hari mendengarkan pertengkaran
mereka, teriakan-teriakan dahsyatnya, yang sumber maalahnya bahkan
terkadang benar - benar sepele. Seperti salah satunya lupa mengangkat
jemuran yang sudah kering, memakai pakaian tanpa ijin, lupa membawa
keranjang sabun dari kamar mandi, dan lain - lain sebagainya dan
seterusnya.
Saya tidak mempermasalahkan seberapa banyak mereka bertengkar dalam
satu hari, atau kenapa mereka selalu bertengkar, karena memang suatu
kewajaran bila dua orang manusia yang selalu bersama tidak mengalami
konflik pertengkaran. Karena itu memang wajar, dalam persaudaraan sering
begitu apalagi bukan.
Tapi yang benar - benar saya pikirkan adalah mengapa harus berteriak? Tidak
bisakah semua masalah itu dibicarakan secara baik - baik dengan
intonasi bicara sewajarnya dan tanpa menyenggak orang lain dan tanpa
mengganggu orang lain yang mendengarnya. Mungkin sekali waktu mendengar
orang lain berteriak karena pertengkaran adalah wajar, karena itu lah
batas kesabarannya dan mungkin hampir tak terkendali lagi tingkat
kemarahannya, atau dalam bahasa orang awam "sudah sampai ubun-ubun".
Namun bila hampir setiap hari, setiap waktu, kapan pun dan dimana pun?
Saya bahkan hanya sanggup menggelengkan kepala sambil mengelus dada.
Tidakkah mereka malu orang lain mendengar apa - apa yang mereka
perdebatkan dan katakan dengan kata yang tak sepantasnya? Tidakkah
mereka berpikir seperti itu?
Dalam suatu tulisan saya pernah membaca bahwa "Ketika kita sedang dilanda kemarahan, janganlah hati ini menciptakan jarak. Terlebih lagi hendaknya kita tidak mengucapkan kata - kata yang dapat mendatangkan jarak diantara kita. Mungkin di saat seperti itu, tak mengucapkan kata kata adalah merupakan cara yang bijaksana, karena waktulah yang akan memperbaiki semuanya". Maka sebenarnya kita tidak perlu berteriak untuk membuat orang lain mau mendengar ucapan kita ketika kita marah. Ada banyak cara yang dapat kita lakukan untuk membuat orang lain mendengar. Jadi kita benar - benar tidak perlu berteriak!!
Dan saya sangat tertarik pada suatu percakapan mengenai mengapa seseorang berteriak berikut ini,
“Mengapa ketika seseorang sedang marah, ia akan berbicara
dengan kuat atau berteriak?”
“Karena pada saat seperti itu, ia telah kehilangan kesabarannya.”
“Tapi Bukankah lawan bicaranya berada di
dekatnya. Mengapa harus berteriak? Apakah ia tidak dapat berbicara
halus?”
“Ketika dua orang sedang dalam situasi kemarahan, jarak antara
kedua hati mereka amatlah jauh walau secara fisik mereka begitu dekat.
Karena itu, untuk mencapai jarak yang demikian, mereka harus berteriak.Sebaliknya, apa yang terjadi ketika dua orang
saling jatuh cinta? Mereka tidak hanya tidak berteriak, namun ketika
mereka berbicara, suara yang keluar dari mulut mereka begitu halus dan
nyaris tak terdengar. Bahkan, sehalus apapun, keduanya bisa
mendengarkannya dengan begitu jelas.”
“Mengapa demikian?”
“Mengapa demikian?”
“Karena hati mereka begitu dekat, hati mereka tak berjarak. Pada
akhirnya, sepatah kata pun tak perlu diucapkan. Bahkan, sebuah padangan
mata saja amatlah cukup membuat mereka memahami apa yang ingin mereka
sampaikan.”
Nah, akhirnya ditemukan kunci masalah dari mengapa harus berteriak? yaitu " KESABARAN ". Karena krisis kesabaran, orang lain mudah marah, hati mereka menjadi berjarak, dan telinga serta mata mereka tertutup oleh kebencian. Sungguh ironis.. =(=(
Saya rasa sudah cukup banyak bergelimpangan orang - orang yang tidak sabar di bumi Bima Sakti ini. Dan kita tidak perlu menambah - nambahi populasi jumlah mereka yang sudah begitu meningkat seiring waktu. Maka kita perlu berupaya untuk memproteksi diri agar tidak terbawa oleh arus dan mengajak seseorang yang tersesat ke dalam ketidaksabaran menjadi lebih sabar lagi. Semoga populasi Ketidaksabaraners segera menurun. Amiiin.. =)=)
Ali Imran: 134
“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
0 comments:
Post a Comment